Pada tanggal 14 hingga 27 Oktober saya berkesempatan untuk menjalani program pembelajaran bahasa dan wilayah Jepang di Universitas Toyama, Jepang. Ini merupakan kesempatan yang sangat menyenangkan bagi saya karena pada akhirnya saya bisa menginjakkan kaki saya di negeri sakura tersebut. Saya dan Cyndy (seorang mahasiswi dari Jakarta yang juga mengikuti program ini) sangat beruntung dapat mengikuti program ini karena Toyama merupakan kota yang sangat indah dan jauh dari hiruk pikuk ibu kota. Selama dua minggu di Toyama, saya dan Cyndy harus menjalani program yang sangat padat. Akan tetapi hal tersebut kami berdua lakukan dengan senang hati dan penuh semangat, karena waktu yang kami miliki hanyalah dua minggu saja. Sungguh waktu yang sangat singkat sekali.
Program dilakukan di dalam dan di luar kampus. Untuk kegiatan di dalam kampus, saya harus berhadapan langsung dengan para dosen serta mahasiswa dan suasananya terasa lebih formal dibandingkan kegiatan di luar kampus. Oleh beberapa dosen saya diajarkan mengenai wilayah, sejarah, budaya, industri, fashion, dan pendidikan Jepang. Selain itu saya juga harus berpartisipasi di beberapa mata kuliah yang sedang dijalani mahasiswa Universitas Toyama, yaitu mata kuliah “pengelolaan sistem sekolah”, “ekonomi dan lingkungan”, “kode warna”, dan “musik komputer”. Fasilitas yang terdapat di dalam kelas sangat lengkap dan praktis. Saya berharap suatu saat nanti Universitas Udayana bisa memiliki fasilitas seperti ini di dalam kelas. Kendala terbesar yang saya hadapi adalah kendala bahasa. Walaupun saya sudah belajar Bahasa Jepang selama tiga tahun, tetapi masih banyak kosakata yang tidak saya ketahui. Saat mengikuti kuliah saya banyak sekali mendengar kosakata yang sama sekali tidak pernah saya dengar sebelumnya. Saya berusaha keras untuk memahami kuliah yang diajarkan, tetapi ternyata saya hanya mengerti setengah dari seluruh kuliah yang diajarkan. Saya sempat merasa malu pada diri saya sendiri, karena saya menyadari bahwa kemampuan saya masih jauh dari cukup dan ini memotivasi saya untuk belajar lagi dan lagi.
Untuk kegiatan
di luar kampus, saya lebih
bebas mengekspresikan diri saya
karena saya diharuskan berhadapan
dengan lebih banyak orang, dari
anak-anak hingga orang tua. Saya berkesempatan
untuk
mengunjungi SD
dan
SMP yang
terdapat di Toyama. Saat mengunjungi SD yang
terdapat di toyama saya
dan
Cyndy disambut dengan hangat oleh para guru dan siswa-siswi kelas
5. Mereka
mempersiapkan sebuah pesta penyambutan kecil yang
sederhana, tapi sangat manis dan
berkesan sekali bagi saya. Setiap
anak menampilkan kemampuannya masing-masing, baik di
bidang menulis kaligrafi (shodo), menari,
menyanyi, maupun bermain alat musik.
Saya
pun ikut menari, menyanyi, dan bermain bersama mereka.
Saat
itu saya sadar bahwa
sifat kerja keras yang dimiliki orang jepang ternyata sudah dididik sejak dini. Hal ini terbukti dari
keseriusan siswa-siswi kelas
5 ini menyambut saya dengan berbagai atraksi yang menjadi
kebanggaan mereka masing-masing. Saat melakukan kunjungan ke SMP sekali lagi saya
belajar menulis
kaligrafi kemudian saat istirahat siang bersama-sama makan bekal (bentou) di dalam kelas. Berbeda dengan siswa-siswi SD yang lincah dan tidak malu untuk bertanya ini-itu, sebaliknya
siswa-siswi SMP tingkat pertama ini terlihat lebih malu-malu dan sepertinya enggan
untuk bertanya kepada saya dan Cyndy. Pada awalnya suasana makan siang terasa sedikit kaku akan tetapi perlahan-lahan mulai mencair ketika saya dan Cyndy
membagikan oleh-oleh dari Indonesia dan sedikit berbincang-bincang dengan mereka. Saya sempat berpikir, “waaahhh,,,
sepertinya
enak ya, kalau setiap hari bisa makan bersama teman-teman sekelas seperti ini.
Membawa bekal buatan sendiri, membuatkan bekal untuk orang yang disukai,,,,hahahahaha,,,,
seperti drama-drama Jepang yang pernah saya tonton”. Akan tetapi, budaya seperti ini sepertinya sulit untuk
diterapkan
di Indonesia.
Selain melakukan kunjungan ke SD
dan
SMP, saya juga melakukan observasi ke
wilayah Tonami, Gokayama, Kurobe, dan Iwase. Saya mengunjungi banyak sekali tempat-tempat yang
luar biasa, akan
tetapi yang
paling menarik adalah saat mengunjungi situs warisan dunia di Gokayama.
Di sana terdapat desa tradisional yang
berisikan rumah-rumah yang dibangun 500 tahun yang
lalu. Bentuk rumahnya pun
berbeda dengan rumah-rumah masyarakat Jepang
pada umumnya. Desa tersebut
dikelilingi bukit
dan hutan, sayangnya daun-daun belum memerah seperti
yang saya harapkan. Kalau
saja
daun-daun sudah
memerah, pasti tempat ini menjadi semakin luar biasa dan semakin membuat
saya
enggan untuk meninggalkannya. Selain melakukan observasi dibeberapa
daerah yang
terdapat di Toyama,
satu hari
sebelum pulang
ke Bali saya berkesempatan untuk menikmati upacara
minum teh (chado) dan membuat tsuchi
ningyou. Awalnya
saya
sempat ragu apakah saya bisa meminum teh hijau kental yang
sudah pasti rasanya pahit ini, akan
tetapi setelah meminumnya ternyata tidak seburuk yang
saya
pikirkan. Justru rasanya enak
dan segar. “Ah,,,
pasti karena sebelumnya sudah makan
wagashi!!” Ya.
Saat
minum teh ini meman selalu didampingi dengan wagashi
(kue Jepang yang rasanya manis).
Wagashi dimakan sebelum
meminum teh, agar rasa manis dari wagashi tersebut dapat menetralisir rasa
pahit dari teh hijau. Bentuk wagashi sangatlah beraneka ragam. Mungkin karena sekarang sedang musim gugur, saya
mendapatkan wagashi yang berbentuk buah kaki. Setelah minum teh, kemudian saya belajar membuat tsuchi
ningyou (boneka Jepang yang terbuat dari tanah liat). Di tempat yang
saya
kunjungi kali ini, siapa saja bisa mewarnai sendiri tsuchi
ningyou yang
disukai dan saya memutuskan untuk mewarnai tsuchi
ningyou yang
berbentuk manekineko. Walaupun hasilnya
tidak sebagus contoh yang saya tiru, akan tetapi saya sangat bangga dengan boneka yang
telah saya buat. Ternyata memang benar!!!! Budaya Jepang sangatlah menarik dan tidak ada habis-
habisnya untuk
dipelajari.Lelah menjalani program yang sangat padat, tentu saja saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu libur saya yang hanya satu hari saja, yaitu dengan pergi ke deretan pegunungan Alpine di Tateyama. Untuk mencapai ketinggian 2.450 meter saya harus menaiki cable cars dan bus. Karena sedang musim gugur, selama perjalanan saya disuguhkan pemandangan daun-daun yang mulai memerah. Tentu saja pemandangan ini tidak ditemukan di Indonesia, dan ini membuat saya semakin mengagumi Jepang. Setelah sampai di ketinggian
2.450 meter suhu udara berkisar 3 derajat dan ini
merupakan pengalaman
pertama saya merasakan
suhu udara yang serendah ini. Dingin itu pasti, tapi saya tidak peduli karena di depan mata saya sedang
berjejer deretan pegunungan yang sangat luar biasa indahnya. Hanya duduk manis di bus,
dan
1 jam kemudian sudah bisa melihat pemandangan yang
mungkin hanya ada di lukisan, buku,
atau bahkan mimpi seperti ini merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Dan saya
berjanji suatu saat pasti akan kembali ke sini lagi. ^^
Pergi ke Jepang tentu saja harus menikmati
kuliner khas Jepang. Selama dua minggu
berada di Jepang, cukup banyak kuliner Jepang yang telah saya cicipi. Mulai dari
nasi kare,
gyudon, udon, soba, karage, tempura, takoyaki, hingga sashimi dan sushi. Yang paling berkesanadalah saat makan sushi di kaiten sushi. Toyama memang terkenal dengan hasil lautnya, jadi tidak diragukan lagi kalau ikan segar di Toyama lebih lezat rasanya kalau dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Dibandingkan makan sushi di restoran yang mahal, lebih asik rasanya makan sushi di kaiten sushi. Selain tidak akan menguras kantong saya yang pas-pasan alias murah, tampilan dan rasanya juga tidak kalah dari sushi tradisional. Awalnya saya sedikit khawatir karena saya tidak pernah makan
makanan mentah sebelumnya, tapi setelah satu gigitan, yang muncul adalah keinginan untuk makan lagi dan lagi. Dan pada akhirnya saya menghabiskan 7 piring sushi di tambah satu mattcha ice cream sebagai hidangan penutup. Oishikatta!!!!!!
Selain makan di restoran, saya juga sempat diundang makan malam di rumah Bapak Kiyokazu Kitamura selaku Dean of the Faculty of Human Development. Pada saat itu saya disambut dengan hangat oleh Bapak Kiyokazu beserta istrinya dan disuguhkan berbagai macam makanan yang sangat lezat. Suasana rumah yang hangat membuat saya merasa seperti sedang makan di rumah sendiri. Kami juga berbincang-bincang mengenai banyak hal, baik itu tentang Jepang maupun Indonesia. Terima kasih banyak Bapak Kiyokazu atas hidangannya yang sangat lezat. Toyama…...kota dengan pemandangan yang luar biasa dan penduduknya yang ramah, membuat saya merasa nyaman berada di sana selama dua minggu dan meninggalkan kenangan yang manis. Memiliki banyak teman baru merupakan bonus yang saya dapatkan dari mengikuti program ini. Suatu saat saya pasti akan kembali lagi. Terimakasih Tuhan. Terimakasih Sensei.
Post a Comment
tes